Sepanjang empat hari berada di Indonesia, saban hari ‘korannya’ menukilkan artikel mengenai Barrack Obama, Presiden Amerika Syarikat yang ke 44. Rakyat Indonesia begitu 'kagum' dengan Obama. Apatah lagi Barrack Obama pernah menetap di Indonesia dan bapa tirinya Lolo Soetoro adalah warga Indonesia. Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudiyono yang hadir di persidangan G-20 minggu lalu di Washington turut mengharapkan hubungan Indonesia dan Amerika akan lebih intim selepas Barack Obama menduduki White House dengan rasminya.
Ketika membelek-belek akhbar "Seputar Indonesia" yang dibeli dengan harga Rp 3,000 (RM1) saya tertarik dengan sebuah artikel bertajuk “Menang Jangan Sombong, Kalah Jangan Bohong” yang ditulis oleh mahasiswi Universiti Bandung, Lyda Okva Anjelia. Saya salin sepenuhnya artikel tersebut untuk tatapan dan renungan kita…….
[Seminggu lalu warga dunia memusatkan perhatian pada pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) yang dimenangkan oleh Barack Obama. Sebahagian masyarakat Indonesia ikut mengelu-ngelukan kemenangan presiden kulit hitam pertama di AS ini.
Ada sebuah pertunjukan moral menakjubkan dari negara yang mungkin kalau kita perbandingkan soal kekayaan adat-istiadatnya dengan Indonesia akan kalah jauh. Kita dapat lihat bagaimana Obama bersikap terhadap McCain saat menang. Rasa ‘jumawa’-hal yang wajar pada semua manusia - itu ada, namun tak sampai pada taraf berlebih-lebihan. Sebaliknya bagaimana McCain bersikap terhadap Obama saat menerima kekalahannya mencontohkan sikap pemimpin sejati yang dengan sportif dan kesatria menerima kekalahan
Saya terkesima ketika menonton pidato kekalahan McCain di video. Begitu bijaksana ketika McCain mengatakan “ A little while ago, I had the honor of calling Senator Barack Obama to congratulate him” yang disusuli dengan gemuruh kekecewaan pendukungnya. Menanggapi teriakan “huuuu” para pendukungnya, dengan segera McCain mengangkat kedua telapak tangannya mengajak mereka untuk berhenti mengeluarkan kekecewaan. Sesaat kemudian bisa kita lihat begitu khidmatnya Mc Cain bisa mempengaruhi warga Amerika untuk ikut bersikap kesatria dengan menerima kekalahan dan mendukung pihak lawan.
Telah banyak kalangan yang menyindir elite politik kita untuk meniru sikap legowo McCain. Senator tua itu dengan bijak mengatakan akan turut membantu Obama mempimpin AS menghadapi tantangan yang akan dihadapi .
Coba bandingkan dengan elite politik di negara kita . Dalam pemilu 2004 lalu, misalnya , mungkin ‘anda’ pun tahu calon yang mengungkapkan bahawa kekalahannya hanya kekurangan suara yang kapan-kapan akan diambil dan direbut kembali pada 2009?. Kata-kata ‘merebut kembali’ mencirikan sikap calon pemimpin yang hauskan kekuasaan, bukan pemimpin yang mementingkan rakyat.
Semoga pada Pemilu 2009 mendatangkan panggung demokrasi Indonesia menjadi lebik baik. Siapa pun yang menang tidak menyombongkan kemenangannya, yang kalah tidak membohongi diri sendiri dengan sibuk mencari bukti kecurangan untuk menggugat kemenangan lawan.]
Saya tidak bercadang untuk memberi komen panjang mengenai artikel ini, cuma ia adalah satu teladan yang wajar direnungi. Seharusnya kita 'berlapang dada' apabila mengalami kekalahan dan tidak terlalu 'berbangga' dan tidak pula memandang rendah kepada 'lawan' yang kalah. Samada pertandingan tersebut dalam pilihanraya umum, merebut jawatan parti, jawatan dalam persatuan atau pun ketika perlawanan sukan.
Dalam kesibukan jadual membeli belah dan terperangkap dalam 'kemacetan' Bandaraya Jakarta kami sempat juga memenuhi jadual melawat Ibupejabat ANTARA di Jakarta Pusat – salah satu ‘kantor’ berita terbesar di Indonesia. Kantor ANTARA telah ditubuhkan pada tahun 1937 sebelum Indonesia mencapai kemerdekaan lagi. Salah seorang pengasasnya yang turut memainkan peranan dalam menamatkan konfrontasi antara Malaysia-Indonesia ialah Adam Malik. Perjanjian itu telah adakan di Bangkok pada tahun 1966.
Ketika sesi dialog antara kami dan Bapak Saiful Bahari, Ketua Editor ANTARA, ANTARA bukan sahaja membekalkan berita seperti fungsi utama Bernama di Malaysia tetapi juga mendukung ‘kebebasan media’ selepas ‘Order Suharto’ tumbang dan digantikan dengan ‘Order Reformasi’ sejak tahun 1998. Pendiriannya jelas melalui pernyataan sinisnya, “ Jika Bapak Menteri telpon untuk ajak minum kopi bisa, tapi kalau telpon kerna berita, tidak usah”.
Walaupun Ketua Editor ANTARA ini berbangga dengan nikmat ‘kebebasan media’ yang diperolehi ketika ini di Indonesia, tetapi dia dengan jujur menjawab soalan, "Adakah ‘rakyat Indonesia’ sudah benar-benar menerima kebebasan media yang diamalkan di Indonesia sekarang ?". Bapak Saiful Bahari tidak menolak natijah kebebasan berita telah menyebabkan pergeseran kaum Dayak dan Madura lebih sengit. “Memang tidak dinafikan bahawa kebebasan media telah juga menjadi pergeseran antar agama, antar suku kaum, antar bangsa ……… namun ANTARA bertanggungjawab untuk menyiarkan berita, pandangan dan kritikan daripada masyarakat termasuk kritikan kepada pemerintah, ..............selain kita juga bertanggungjawab menjelaskan dasar-dasar pemerintah yang kurang jelas kepada rakyat, …….. saya juga setuju ramai rakyat Indonesia masih mengidam kehidupan yang aman, berperaturan, barang-barang keperluan yang murah seperti di zaman Presiden Suharto”........... “Sehingga sekarang rakyat Indonesia masih mengidamkan seorang pemimpin yang kuat untuk mentadbir Indonesia”
Kerana begitulah keinginan rakyat dan masih mencari-cari Presiden yang lebih 'tangguh' maka lebih ramai nama yang disebut-sebut untuk bertanding jawatan Presiden dalam Pemilu 2009. Salah seorang daripadanya ialah bekas Presiden Indonesia sebelum ini, ‘Gus Dur’. Kebebasan media' yang juga sudah menjadi cara hidup rakyat Indonesia masakini, telah mewujudkan sebuah stesyen TV, bernama 'MetroTV' yang bukan sahaja meletakkan 'tagnya' sebagai "TV Saluran Politik " tetapi juga bebas menyiarkan manifesto calon-calon Presiden yang akan bertanding pada Pemilu 2009 nanti.
Ketika membelek-belek akhbar "Seputar Indonesia" yang dibeli dengan harga Rp 3,000 (RM1) saya tertarik dengan sebuah artikel bertajuk “Menang Jangan Sombong, Kalah Jangan Bohong” yang ditulis oleh mahasiswi Universiti Bandung, Lyda Okva Anjelia. Saya salin sepenuhnya artikel tersebut untuk tatapan dan renungan kita…….
[Seminggu lalu warga dunia memusatkan perhatian pada pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) yang dimenangkan oleh Barack Obama. Sebahagian masyarakat Indonesia ikut mengelu-ngelukan kemenangan presiden kulit hitam pertama di AS ini.
Ada sebuah pertunjukan moral menakjubkan dari negara yang mungkin kalau kita perbandingkan soal kekayaan adat-istiadatnya dengan Indonesia akan kalah jauh. Kita dapat lihat bagaimana Obama bersikap terhadap McCain saat menang. Rasa ‘jumawa’-hal yang wajar pada semua manusia - itu ada, namun tak sampai pada taraf berlebih-lebihan. Sebaliknya bagaimana McCain bersikap terhadap Obama saat menerima kekalahannya mencontohkan sikap pemimpin sejati yang dengan sportif dan kesatria menerima kekalahan
Saya terkesima ketika menonton pidato kekalahan McCain di video. Begitu bijaksana ketika McCain mengatakan “ A little while ago, I had the honor of calling Senator Barack Obama to congratulate him” yang disusuli dengan gemuruh kekecewaan pendukungnya. Menanggapi teriakan “huuuu” para pendukungnya, dengan segera McCain mengangkat kedua telapak tangannya mengajak mereka untuk berhenti mengeluarkan kekecewaan. Sesaat kemudian bisa kita lihat begitu khidmatnya Mc Cain bisa mempengaruhi warga Amerika untuk ikut bersikap kesatria dengan menerima kekalahan dan mendukung pihak lawan.
Telah banyak kalangan yang menyindir elite politik kita untuk meniru sikap legowo McCain. Senator tua itu dengan bijak mengatakan akan turut membantu Obama mempimpin AS menghadapi tantangan yang akan dihadapi .
Coba bandingkan dengan elite politik di negara kita . Dalam pemilu 2004 lalu, misalnya , mungkin ‘anda’ pun tahu calon yang mengungkapkan bahawa kekalahannya hanya kekurangan suara yang kapan-kapan akan diambil dan direbut kembali pada 2009?. Kata-kata ‘merebut kembali’ mencirikan sikap calon pemimpin yang hauskan kekuasaan, bukan pemimpin yang mementingkan rakyat.
Semoga pada Pemilu 2009 mendatangkan panggung demokrasi Indonesia menjadi lebik baik. Siapa pun yang menang tidak menyombongkan kemenangannya, yang kalah tidak membohongi diri sendiri dengan sibuk mencari bukti kecurangan untuk menggugat kemenangan lawan.]
Saya tidak bercadang untuk memberi komen panjang mengenai artikel ini, cuma ia adalah satu teladan yang wajar direnungi. Seharusnya kita 'berlapang dada' apabila mengalami kekalahan dan tidak terlalu 'berbangga' dan tidak pula memandang rendah kepada 'lawan' yang kalah. Samada pertandingan tersebut dalam pilihanraya umum, merebut jawatan parti, jawatan dalam persatuan atau pun ketika perlawanan sukan.
Dalam kesibukan jadual membeli belah dan terperangkap dalam 'kemacetan' Bandaraya Jakarta kami sempat juga memenuhi jadual melawat Ibupejabat ANTARA di Jakarta Pusat – salah satu ‘kantor’ berita terbesar di Indonesia. Kantor ANTARA telah ditubuhkan pada tahun 1937 sebelum Indonesia mencapai kemerdekaan lagi. Salah seorang pengasasnya yang turut memainkan peranan dalam menamatkan konfrontasi antara Malaysia-Indonesia ialah Adam Malik. Perjanjian itu telah adakan di Bangkok pada tahun 1966.
Ketika sesi dialog antara kami dan Bapak Saiful Bahari, Ketua Editor ANTARA, ANTARA bukan sahaja membekalkan berita seperti fungsi utama Bernama di Malaysia tetapi juga mendukung ‘kebebasan media’ selepas ‘Order Suharto’ tumbang dan digantikan dengan ‘Order Reformasi’ sejak tahun 1998. Pendiriannya jelas melalui pernyataan sinisnya, “ Jika Bapak Menteri telpon untuk ajak minum kopi bisa, tapi kalau telpon kerna berita, tidak usah”.
Walaupun Ketua Editor ANTARA ini berbangga dengan nikmat ‘kebebasan media’ yang diperolehi ketika ini di Indonesia, tetapi dia dengan jujur menjawab soalan, "Adakah ‘rakyat Indonesia’ sudah benar-benar menerima kebebasan media yang diamalkan di Indonesia sekarang ?". Bapak Saiful Bahari tidak menolak natijah kebebasan berita telah menyebabkan pergeseran kaum Dayak dan Madura lebih sengit. “Memang tidak dinafikan bahawa kebebasan media telah juga menjadi pergeseran antar agama, antar suku kaum, antar bangsa ……… namun ANTARA bertanggungjawab untuk menyiarkan berita, pandangan dan kritikan daripada masyarakat termasuk kritikan kepada pemerintah, ..............selain kita juga bertanggungjawab menjelaskan dasar-dasar pemerintah yang kurang jelas kepada rakyat, …….. saya juga setuju ramai rakyat Indonesia masih mengidam kehidupan yang aman, berperaturan, barang-barang keperluan yang murah seperti di zaman Presiden Suharto”........... “Sehingga sekarang rakyat Indonesia masih mengidamkan seorang pemimpin yang kuat untuk mentadbir Indonesia”
Kerana begitulah keinginan rakyat dan masih mencari-cari Presiden yang lebih 'tangguh' maka lebih ramai nama yang disebut-sebut untuk bertanding jawatan Presiden dalam Pemilu 2009. Salah seorang daripadanya ialah bekas Presiden Indonesia sebelum ini, ‘Gus Dur’. Kebebasan media' yang juga sudah menjadi cara hidup rakyat Indonesia masakini, telah mewujudkan sebuah stesyen TV, bernama 'MetroTV' yang bukan sahaja meletakkan 'tagnya' sebagai "TV Saluran Politik " tetapi juga bebas menyiarkan manifesto calon-calon Presiden yang akan bertanding pada Pemilu 2009 nanti.
12 comments:
rakaman syabas dan tahniah di atas catatan Pok li dari petikan akhbar dari seberang tu...Sekarang kita patut pertingkatkan Jati diri demi menjaga maruah bangsa kerana banyak suara-suara mengaitkan kemenangan Obama dgn PM Malaysia akan datang pun patut dari MCA,MIC atau Gerakan ...jadi ini tak boleh jadi.Refer balik sejarah awal.biar faham sikit sosial kontrak kita..ok Pok Li harap jaga moleh Marang tu jgn jadi Permatang pauh..
Indonesia seringkali bertukar Presidennya masih tercari-cari pemimpin ideal untuk menerajui negara. Agaknya pemimpin ideal tersebut benar-benar wujud atau hanya sekadar impian sahaja? Sukar untuk mencari rupadiri pemimpin Indonesia meskipun ramai ulamak tersohor lahir dari sana.
salam dari seberang pak..
Salamz..
Boleh dikatakan seluruh dunia berbicara soal politik Amerika. Kalaulah negara kita tidak dilanda demam politik dalaman sudah pasti malaysia juga mengalami situasi yg sama dgn indonesia (bercerita soal OBAMA). Elok sungguh ole2 dr Indonesia yg PokLi bawa pulang, saya di malaysia pun dapat berkongsi bersama. Terima kasih Bapak!
1 lagi lupa nak komen... tentang gambar pokli tu.. 'Ensem Bangat'..
:)
Presiden Amerika memang menjadi tumpuan dunia kerana dasarnya akan mempengaruhi iklim politik dan ekonomi dunia. Yang penting kita rakyat Malaysia mengambil iktibar agar yang kanan tidak dikirikan dan yang kiri tidak dikanankan.
Salam Pok Li
Cerita Pok Li kali ni memang best. Mengenai artikel yang menyentuh tentang bagaimana McCain menerima kekalahan, saya telah melihat secara langsung 'concession speech' McCain. Memang ada kelas. Tak pernah dan tidak mungkin dilihat di sini. (Yang paling dekat ialah ucapan kekalahan Koh Tsu Koon di Pulau Pinang). Mungkin banyak yang salah dan tak betul tentang Amerika, tetapi yang baik boleh dijadikan iktibar.
salam kenal pokli...masa pokli gi seberang kok bicara pasal Presiden..maka tentunya lawatan itu hasilnya besar dan mantep..kan gitu pokli..
Pok Li, ole-ole tuk saya mana? hehehe
Salam
ore tupat - Singapura pun tak nak PM Melayu :)
Rahisam - walaupun majoriti rakyat dari peribumi nusantara tapi suku kaumnya yang melebihi 400 suku kaum dan geografi yang luas,populasi yang ramai,serta 'negara air',Indonesia untuk masih dalam transisi menyuaikan kehidupan selepas dua era kejatuhan ekonomi 1997 dan kejatuhan Suharto.
en_me - Terima kasih singgah.
Kittun - Gambar lebih hensem dari tuannya :) - Fotogenic kot.
Mongkut - setuju
Razali Razman - Setuju, ahli politik Malaysia belum sampai ketahap itu.
habiha69 - Terima kasih singgah.
Cinta - Belum dapat lagi ke?:)
salam ziarah Pok Li.
Hari ni menyinggah baru nak 'berkata-kata'.
Kemungkinan sy berminat dengan Indonesia.
Entri yg bagus bangat kali ini.Teringin kesana juga, merasai suasana agama dan politik di sana.
Do'ain ya.
Jakarta yang macet dan sesak dengan manusia. Terima kasih kerana singgah
Post a Comment